Kompetensi Profesionalisme Guru
Hubungan Antara Persepsi Kompetensi Profesionalisme Guru dan Minat Peserta Didik dengan Keterampilan Geografis(Geographic Skills) di SMA Kota Bandung
oleh : Dina Siti Logayah, M.Pd
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Hubungan antara Persepsi kompetensi profesionalisme guru dan minat belajar dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) di SMA Kota Bandung. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa mata pelajaran geografi lebih banyak menekankan pada aspek kognitif tingkat rendah, artinya bahwa mata pelajaran geografi masih terdapat pada tataran teori belum pada pengembangan keterampilan (Skill).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai, dengan melakukan analisis terhadap tingkat persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru dan minat belajar dengan keterampilan geografis. Analisis dilakukan pada data yang diperoleh melalui tes dan kuesioner yang terlebih dahulu disusun secara terstruktur dan melalui proses uji coba serta uji validitas dan reliabilitasnya. Populasi pesera didik di SMAN Kota Bandung berjumlah 3253, sedangkan penarikan sampel sekolah dilakukan dengan cara acak dan penarikan sampel peserta didik dengan cara proportional stratified random sampling sejumlah empat sekolah yang menjadi sampel penelitian, dengan 97 peserta didik diambil untuk dijadikan objek penelitian.
Hasil penelitian Secara keseluruhan profesionalisme guru memberikan konstribusi yang tinggi terhadap keterampilan geografis. Hal ini berdasarkan kepada persepsi peserta didik pada kompetensi profesional dan pedagogik guru dikategorikan sangat tinggi. Sedangkan variabel minat peserta didik terhadap mata pelajaran geografi dikategorikan sedang. Dan variabel penelitian keterampilan geografis menunjukkan kecenderungan yang rendah. Kelima aspek keterampilan geografis pada kenyataan masih rendah, sehingga temuan dilapangan bahwa peserta didik belum memiliki keterampilan geografis yang optimal. Padahal keterampilan geogarafis (Geographic Skills) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian serta minat siswa dalam belajar geografi. Keterampilan geografis (Geographic Skills) dapat melatih siswa untuk dapat berpikir secara sistematis mengenai masalah atau isu-isu lingkungan dan sosial baik secara lokal maupun global.
Kata Kunci: Keterampilan Geografis (Geographic Skills), persepsi profesionalisme guru, minat belajar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Arus globalisasi dewasa ini ditandai dengan semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan dunia berkembang begitu cepat dan dinamis. Untuk dapat bertahan dan eksis dalam menghadapi tantangan jaman tersebut maka kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, keterampilan yang handal dengan ditunjang sikap moral tinggi menjadi faktor penting sebagai konsekuensi logis dari era globalisasi.
Beragamnya mata pelajaran di sekolah merupakan salah satu bentuk dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya adalah mata pelajaran Geografi yang merupakan disiplin ilmu yang terintegrasi dalam kajian ilmu-ilmu sosial serta ilmu-ilmu fisik, yang memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan geografi untuk berbagai situasi kehidupan baik di rumah, lingkungan pekerjaan atau masyarakat (Geography for Life: National Geography Standard, 1994:18).
Hasil observasi awal pada penelitian ini yang dilakukan peneliti di sejumlah SMAN di kota Bandung kepada guru geografi pada bulan awal Juni 2010, menyatakan bahwa mata pelajaran geografi lebih menekankan kepada aspek kognitif tingkat rendah, artinya bahwa mata pelajaran geografi masih banyak pada tataran teori belum kepada pengembangan keterampilan (skill) hal ini tampak pada pemberian tugas ataupun latihan soal kepada peserta didik. Permasalahan ini pula yang diungkapkan oleh Maryani (2008:931) di persekolahan ilmu geografi seringkali dianggap tidak menarik untuk dipelajari. Ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pelajaran geografi seringkali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah yaitu menghapal nama-nama tempat, sungai dan gunung, atau sejumlah fakta lainnya;
b. Ilmu geografi seringkali dikaitkan ilmu yang hanya pembuatan peta;
c. Geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan-perjalanan manusia di permukaan bumi;
d. Proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal; kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media kongkrit dan teknologi mutakhir;
e. Kurang aplikabel dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang saat ini.
Adanya anggapan ketidakmenarikan terhadap mata pelajaran geografi tidak dapat disalahkan kepada guru, kurikulum dan kondisi peserta didik. Tetapi ketiga aspek tersebut menurut Ningrum (2009:73) merupakan kompenen utama dalam pendidikan. Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan belajar peserta didik menurut Slameto (2003:55-72), diantaranya adalah faktor eksternal (media pembelajaran, kompetensi guru, model pembelajaran, metode pembelajaran, fasilitas belajar, kondisi ekonomi, dukungan keluarga) dan faktor internal peserta didik (motivasi belajar, minat dan bakat, persepsi, intelegensi, gaya belajar) sebagai peserta didik. Dari berbagai faktor eksternal yang paling utama dalam meningkatkan pembelajaran peserta didik adalah profesionalisme guru merupakan faktor penting. Hal ini dikarenakan, guru memiliki peranan yang cukup besar dalam proses pembelajaran peserta didik di sekolah.
Kontribusi seorang guru dalam proses pembelajaran merupakan hal yang paling utama karena membentuk kualitas sumber daya manusia yang unggul, sehingga seorang guru harus mampu menguasai materi yang diajarkan kepada peserta didik. Baik atau buruknya kualitas output peserta didik tergantung kepada gurunya tersebut. Salah satu penyebab dari ketidakmenarikan mata pelajaran geografi selain kepada faktor peserta didik dan kurikulum, yang lebih utama dapat disebabkan juga oleh faktor gurunya sendiri. Bagaimana kualitas mengajar guru, memahami materi, dan cara menyampaikan kepada peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, idealnya seorang guru harus memiliki kemampuan (kompetensi) dalam mengelola peserta didik. Hal ini mengedepankan kemampuan guru dalam melakukan proses pembelajaran di kelas. Guru harus memahami wawasan atau landasan mengenai kependidikan, agar proses pencapaian tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Untuk mengetahui profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas, kompetensi guru dinilai berdasarkan persepsi peserta didik karena peserta didik adalah subjek dalam proses pembelajaran yang berinteraksi langsung dengan guru. Persepsi secara langsung dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam merespon sesuatu. Keterkaitan penafsiran peserta didik terhadap guru akan mempengaruhi kualitas belajar peserta didik tersebut dalam proses pembelajaran di kelas.
Faktor internal yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran adalah minat belajar. Menurut Slameto (2003:57) jika peserta didik memiliki minat belajar dalam mata pelajaran maka ia akan lebih mudah mempelajarinya karena minat menambah kegiatan belajar. Dari kedua faktor eksternal dan internal yang telah diuraikan, bahwa faktor kompetensi guru dan minat belajar peserta didik merupakan faktor yang paling penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran geografi.
Permasalahan di lapangan yang terjadi saat ini, bahwa dalam pembelajaran geografi aspek kognitif dengan tingkat rendah masih banyak dijumpai dalam pembelajaran geografi terbukti dengan soal atau latihan yang diberikan oleh guru geografi masih ada dalam tataran teori dan mengambil soal latihan pada pegangan sumber bahan ajar, sehingga belum menyentuh pada kondisi realitas yang ada pada lingkungan sekitar peserta didik (Hasil observasi awal bulan Juni 2010). Untuk dapat mengembangkan cara berpikir peserta didik agar tidak terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah maka keterampilan geografis (Geographic Skills) merupakan upaya untuk dapat melatih cara berpikir peserta didik melalui pendekatan lingkungan sehari-hari peserta didik yang diangkat dalam pembelajaran di kelas.
Keterampilan geografis (Geographic Skills) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian serta minat siswa dalam belajar geografi. Keterampilan geografis (Geographic Skills) dapat melatih siswa untuk dapat berpikir secara sistematis mengenai masalah atau isu-isu lingkungan dan sosial baik secara lokal maupun global. Penjelasan ini didukung dalam teori National Geography Standards (1994:41) mengenai keterampilan geografis (Geographic Skills) sebagai berikut :
Geographic skills provide the necessary tools and techniques for us to think geographically. They are central to geography’s distinctive approach to understanding physical and human patterns and processes on earth. We use geographic skills when we make decisions important to our well being where to buy or rent a home; where to get a job; how to get to work or to friend’s house; where to shop; vocation, or go to school. All of these decisions involve the ability to acquire, arrange, and geographic information. Daily decisions and community activities are linked to thinking systematically about environmental and societal issues. Community decisions relating to problems of air, water, and land pollution or locational issues, such as where to place industries, schools, and residential areas, also require the skillful use of geographic information.
Uraian di atas memiliki batasan arti bahwa keterampilan geografis (Geographic Skills) dapat membantu peserta didik untuk melatih pemahaman mereka yang ada di lingkungan sekitar siswa, dengan memiliki keterampilan geografis peserta didik mampu memberikan informasi geografis dan mampu mengambil keputusan terhadap permasalah atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar peserta didik, misalnya suatu fenomena atau isu-isu mengenai lingkungan sekitar peserta didik yaitu Bencana banjir, maka keterampilan geografis (Geographic Skills) yang dibutuhkan oleh peserta didik adalah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan geografis dan memberikan informasi geografis dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: dimana terjadinya banjir?, mengapa terjadi banjir?, faktor apa yang menyebabkan terjadinya banjir?, bagaimana membuat peta rawan banjir?, hipotesis apa yang ditarik mengenai banjir?, dan kesimpulan apa yang dapat ditarik mengenai fenomena terjadinya banjir?.
Dengan pertanyaan-pertanyaan geografi tersebut, diharapkan keterampilan geografis (Geographic Skills) dapat melatih proses berpikir secara sistematis mengenai kegeografian (National geography standards, 1994:41) atau tidak mengetahui wawasan geografi. Penjabaran dari keterampilan geografis yang dapat dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghasilkan sebuah informasi geografis melalui kelima aspek yang diadaptasi dari Guidelines for Geographic Education (National geography standards, 1994:42) adalah : mengungkapkan pertanyaan geografis (asking geographic questions), memperoleh informasi geografis (acquiring geographic information), mengorganisasi informasi geografis (organizing geographic information), menganalisis informasi geografis (analyzing geographic information), dan menjawab pertanyaan geografis (anwersing geographic questions).
Melalui keterampilan geografis (Geographic Skills) ini, mata pelajaran geografi jangan hanya pada tataran aspek kognitif tingkat rendah saja melainkan proses keterampilan (skills) dibutuhkan juga. Guru pun dapat mengembangkan kemampuan profesionalisme dalam kegiatan belajar mengajar geografi serta minat peserta didik dalam pembelajaran geografi yang semakin tertantang, dapat bersaing dalam dunia global dan tidak terjebak dalam menghapal nama-nama tempat saja.
Rumusan Masalah
Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas di era globalisasi ini, tidak terlepas dari pengembangan dunia pendidikan, karena pendidikan membantu manusia sebagai peserta didik dalam mengahadapi tantangan global serta mampu memiliki keterampilan (skill) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai optimal, maka optimalisasi berbagai sumber daya pendukungnya sangat diperlukan termasuk pentingnya tenaga profesional pendidik atau guru. Seorang pendidik atau guru harus mampu merangsang minat siswa dalam belajar, karena minat merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hubungan antara persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru geografi dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) peserta didik di SMA Kota Bandung ?
2. Bagaimanakah hubungan antara minat belajar peserta didik dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) peserta didik di SMA Kota Bandung ?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi profesionalisme guru geografi dan minat peserta didik dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) ?
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian mengenai persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru geografi dan minat belajar peserta didik dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) di SMA Kota Bandung. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan dan menguraikan hubungan antara persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru dengan keterampilan geografis di SMA Kota Bandung.
2. Mendeskripsikan dan menguraikan hubungan antara minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran geografi di SMA Kota Bandung.
3. Mendeskripsikan dan mengetahui secara bersama-sama hubungan antara persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru geografi dan minat belajar peserta didik dengan keterampilan geografis (Geographic Skills) di SMA Kota Bandung.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian survey. Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bandung kelas XI program IPS. Adapun jumlah SMAN yang ada di Kota Bandung sebanyak 27 sekolah. Pemilihan sampel penelitian dilakukan melalui pengambilan sampel kemudian secara acak memilih sekolah yang dijadikan sampel adalah 4 (empat) yaitu SMAN 24, SMAN 22, SMAN 14 dan SMAN 19.
Pengambilan sampel responden peserta didik sebanyak 97 responden dari tiap sekolah menggunakan teknik proportional stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel peserta didik dari anggota populasi (seluruh peserta didik di Kota Bandung) secara acak dan berstrata secara proposional. Hal ini dilakukan karena kondisi populasi penelitian terdiri dari beberapa kelompok individu dengan karakteristik yang berbeda-beda, yaitu peserta didik kelas XI program IPS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kompetensi guru profesionalisme merupakan suatu bagian yang terpenting dalam dunia pendidikan. Dengan memiliki guru yang profesionalisme akan menghasilkan peserta didik berkualitas. Profesionalisme guru terdiri dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap masing-masing individu, yaitu: kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara keterampilan geografis (Y) dan persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru (X1) ditunjukkan dengan angka koefesien korelasi sebesar 0,429. Besaran angka tersebut dapat menjelaskan bahwa kekuatan hubungan antara keterampilan geografis dengan persepsi termasuk kategori sedang. Selanjutnya, hasil data deskripsi yang diperoleh menunjukkan bahwa secara keseluruhan profesionalisme guru memberikan konstribusi yang tinggi terhadap keterampilan geografis, skor ini berada pada interval tinggi yakni sebesar 25,8%. Gambaran di atas menunjukkan bahwa keterampilan geografis tidak sepenuhnya ditentukan oleh persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru, dan secara empiris ditunjukkan oleh angka koefesien determinasi yang hanya sebesar 18,4% dari keterampilan geografis yang bisa dijelaskan oleh persepsi peserta didik.
Setiap indikator profesionalisme menunjukkan hasil-hasil yang berbeda-beda, sehingga profesionalisme guru pada setiap kompetensi yang rendah perlu ditingkatkan guna menghasilkan guru yang profesional. Kompetensi akademik memiliki kecenderungan skor sebesar 36,1%, kompetensi pedagogik memiliki kecenderungan skor sebesar 28,9%, kompetensi kepribadian 25,8%, dan kompetensi sosial 36,1% skor ini diperoleh berdasarkan dari persepsi peserta didik terhadap guru geografi. Keempat indikator tersebut yang perlu guru ditingkatkan adalah kompetensi kepribadian dan pedagogik menurut persepsi peserta didik.
Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Dalam kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah diatas rata-rata. Seorang guru tidak hanya dituntut mampu menguasai materi bidang studi melainkan juga yang lebih penting lagi adalah guru tersebut harus mampu dan dapat menguasai berbagai strategi dan teknik belajar dan pembelajaran untuk setiap bidang studi itu agar peserta didik betul-betul mengalami proses belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya. Guru diharapkan menyadari benar, apa yang menjadi tujuan pembelajaran setiap saat, apa yang diharapkannya dari peserta didiknya, bagaimana seharusnya bersikap dan memperlakukan peserta didiknya. Seperti yang dijelaskan oleh Sudjana (2000:40-43) yang menyatakan bahwa:
Diantara faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi belajar siswa adalah kualitas pengajaran (meliputi tiga unsur : kompetensi guru, karakteritik kelas, dan karakteristik guru). Dan diantara ketiga unsur tersebut, kompetensi guru memberikan kontribusi yang paling besar yaitu 76,60% dengan rincian 32,43% dari kemampuan mengajar, 32,58% dari penguasaan materi pelajaran, dan 8,60% dari sikap guru.
Melalui penelitian ini, profesionalisme guru dilihat berdasarkan kompetensi yang dimilikinya dengan menggunakan persepsi peserta didik sebagai alat ukurnya. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan membentuk image tertentu yang akan mempengaruhi respon selanjutnya apakah respon tersebut negatif atau positif. Semakin baik persepsi peserta didik mengenai kompetensi guru, maka hubungan antara peserta didik akan semakin baik dan akan mempengaruhi respon peserta didik terhadap mata pelajaran dan minat peserta didik dalam mempelajari geografi.
Minat merupakan ranah afektif yang paling penting untuk dimiliki oleh peserta didik. Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk mempertahankan dan mengenang beberapa kegiatan. Jika peserta didik memiliki minat untuk mempelajari sesuatu maka hasil yang diperoleh terhadap pelajaran akan diterima dengan baik. Dalam penelitian minat peserta didik terhadap mata pelajaran geografi dikategorikan sedang yang menunjukkan skor 38,1%. Indikator yang mempengaruhi minat adalah: perhatian 40,2%, percaya diri 24,7%, relevansi 39,2%, dan kepuasaan 33%.
Dari setiap indikator yang membentuk minat maka aspek indikator yang dikategorikan rendah sehingga seorang guru geografi jika mengajar harus dapat memupuk kepercayaan diri pada setiap masing-masing peserta didik. Salah satunya menjawab pertanyaan yang dikemukakan dikelas dengan tujuan untuk memacu kepercayaan diri peserta didik.
Besar hubungan antara keterampilan geografis (Y) dan minat (X2) ditunjukkan dengan angka koefesien korelasi sebesar 0,417 pada p < 0,05 maka korelasi dapat dikatakan sangat siginifikan. Angka koefesien determinasi adalah 0,174 atau sama artinya 17,4% minat merupakan ranah afektif yang dapat menentukan keberhasilan belajar pada peserta didik (Popham, 1995:5). Namun, demikian pada pengujian secara partial dimana variabel persepsi dijadikan variabel kontrol angka korelasi menurun dari 0,417 menjadi 0,259 pada derajat kebebasan 96, hal ini terjadi mungkin walaupun korelasi antara keterampilan geografis dan minat sangat signifikan, namun pada kenyataannya belum seluruh aspek minat dapat dijadikan sebagai faktor dari keterampilan geografis. Dalam memiliki kemampuan variabel keterampilan geografis ini perlu dipersiapkan peserta didik untuk dapat berpikir kritis dan kreatif terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar peserta didik.
Bentuk regresi sederhana Ŷ = 30,256 + 0,255 X1, menunjukkan bahwa persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru merupakan dasar dari kemampuan keterampilan geografis, walaupun banyak hal lain yang juga berpengaruh dalam kemampuan keterampilan geografis tetapi bagaimanapun persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru akan menjadi bagian terbentuknya keterampilan geografis. Sedangkan angka 18,4 % yang menunjukkan angka besarnya variabel dependent dalam hal ini keterampilan geografis dapat diterangkan oleh persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru menunjukkan bahwa sekalipun besar hubungan antara keterampilan geografis dan persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru cukup erat dan signifikan, namun masih terdapat 81,6% hal lain yang dapat menjelaskan keterampilan geografis.
Beberapa hal yang menjadi kemungkinan besarnya prosentase yang mungkin dapat menjelaskan keterampilan geografis, yaitu : (1) Cara penyampaian pengajaran guru geografi ataupun materi yang masih monoton, artinya terpaku kedalam buku sumber karena guru mengkhawatirkan bahwa mata pelajaran geografi meruapakan mata pelajaran yang di Ujian Nasionalkan sehingga guru terpaku kedalam aspek kognitif saja; (2) Materi kelas XI program IPS yang terdiri dari biosfer, antroposfer, sumber daya alam, dan lingkungan seharusnya dapat memuat aspek keterampilan geografis seperti: mengungkapkan pertanyaan geografis (asking geographic questions), memperoleh informasi geografis (acquiring geographic information), mengorganisasi informasi geografis (organizing geographic information), menganalisis informasi geografis (analyzing geographic information), dan menjawab pertanyaan geografis (anwersing geographic questions). Namun, hal tersebut masih saja terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah.
Bentuk regresi sederhana Ŷ = 34,362 + 0,299X2, menunjukkan bahwa minat besar pengaruhnya dalam membentuk kemampuan keterampilan geografis, yaitu setiap penambahan skor satu pada minat maka skor keterampilan geografis akan bertambah sebesar 0,299. Hal ini dapat diartikan bahwa minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran geografi masih rendah, walaupun pada saat dilakukan pengontrolan terhadap minat terjadi penurunan sebesar 0,259. Penurunan ini terjadi oleh karena kecilnya konstribusi minat terhadap pelajaran geografi yaitu hanya sebesar 17,4%, walaupun demikian signifikansi yang diperoleh menunjukkan bahwa minat peserta didik terhadap pelajaran geografi yang akan membentuk keterampilan geografis secara signifikan dan nyata.
Bentuk regresi berganda Ŷ = 19,214 + 0,169 X1 + 0,184 X2, menunjukkan bahwa persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru dan minat belajar peserta didik dengan keterampilan geografis. Koefesien regresi persepsi (X1) lebih besar bila dibandingkan dengan koefesien regresi minat (X2) yaitu sebesar 0,467 artinya keterampilan geografis lebih bisa dijelaskan oleh persepsi peserta didik sebesar 0,467. Namun demikian persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru dan minat belajar secara bersama-sama dapat menentukan keterampilan geografis yaitu sebesar 22,9 %.
Secara teori hal seperti ini dapat diterima mengingat bahwa keterampilan geografis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik yang mempelajari geografi untuk dapat berpikir geografi, akan tetapi banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi peserta didik untuk memiliki kemampuan keterampilan geografis. Faktor-faktor tersebut dapat dikemukakan di sini antara lain: materi yang dapat memberikan tantangan kepada peserta didik, berpikir kritis dan kreatif peserta didik, guru geografi yang inovatif dalam mengajarkan geografi. Persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru memiliki peranan yang penting dalam mengajarkan geografi, karena secara tidak sadar jika guru mengajar dengan inovatif maka peserta didik akan menaruh perhatian dan minat terhadap pelajaran geografi. Mengingat bahwa geografi menurut penjelasan Frank Debenham (Sumaatmadja, 1997:20) geografi merupakan subjek yang praktis dan menarik bagi tiap orang yang mempelajarinya. Geografi melatih kemampuan dan citra generasi muda terhadap peristiwa kehidupan yang terjadi sehari-hari.
Kelima aspek yang dikembangkan dalam keterampilan geografis menunjukkan kecenderungan yang rendah. Hal ini bisa saja diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kompetensi pedagogik guru yang dikatakan masih rendah sebesar 28,9% diantara hasil-hasil skor kompetensi profesionalisme lainnya. Keterampilan geografis terdiri dari mengungkapkan pertanyaan geografis (asking geographic questions) ditunjukkan dengan skor 42,3% diintrepetasikan pada interval sedang, memperoleh informasi geografis (acquiring geographic information) ditunjukkan dengan skor 39,2% diintrepetasikan pada interval sedang, mengorganisasi informasi geografis (organizing geographic information) ditunjukkan dengan skor 33% diintrepetasikan pada interval rendah, menganalisis informasi geografis (analyzing geographic information) ditunjukkan dengan skor 41,2% diintrepetasikan pada interval rendah, dan menjawab pertanyaan geografis (anwersing geographic questions) sebesar 36,1% diintrepetasikan pada interval rendah.
Kelima aspek tersebut pada kenyataan masih rendah, sehingga temuan dilapangan bahwa peserta didik belum memiliki keterampilan geografis yang optimal. Padahal keterampilan geogarafis (Geographic Skills) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian serta minat siswa dalam belajar geografi. Keterampilan geografis (Geographic Skills) dapat melatih siswa untuk dapat berpikir secara sistematis mengenai masalah atau isu-isu lingkungan dan sosial baik secara lokal maupun global.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
Pertama, secara keseluruhan tentang persepsi peserta didik mengenai profesionalisme guru memiliki kecenderungan pada kategori tinggi sebesar 25% pada interval jawaban responden 204-212. Artinya persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru memberikan konstribusi dalam pembelajaran. Dari hasil perhitungan mengenai persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru, jika diuraikan dari masing-masing kompetensi profesionalisme guru memiliki kategori diantaranya : kompetensi akademik memiliki presentase 36,1%, kompetensi pedagogik memiliki presentase 28,9%, kompetensi kepribadian 25,8% dan kompetensi sosial memiliki presentase 36,1%. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dari keempat kompetensi tersebut, kompetensi kepribadian dan kompetensi pedagogik merupakan kompetensi yang perlu ditingkatkan oleh guru. Karena persepsi peserta didik terhadap kompetensi kepribadian dan kompetensi pedagogik guru masih dipandang kurang menarik dalam pembelajaran. Aspek kepribadian guru dipandang sangat penting karena guru dengan memiliki kepribadian yang baik akan memberikan teladan bagi peserta didiknya dan kompetensi pedagogik akan membantu peserta didik dalam pembelajaran di kelas, khususnya mata pelajaran geografi seorang guru memerlukan teknik pembelajaran yang menarik untuk diajarkan.
Persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan keterampilan geografis. Hubungan keduanya memiliki konstribusi sebesar 0,429 yang berada pada kategori sedang dengan perkataan lain semakin tinggi nilai persepsi maka akan semakin tinggi pula nilai keterampilan geografis. Artinya persepsi memiliki kekuatan yang akurat dalam membentuk keterampilan geografis, hal ini dapat terjadi tidak terlepas dari adanya profesionalisme guru dalam mengajar materi geografi yang dapat membentuk persepsi peserta didik. Sedangkan nilai koefesien determinasi (R Square) dari persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru sebesar 18,4% yang mampu menjelaskan adanya variasi nilai didalam variabel keterampilan geografis.
Kedua, minat peserta didik memiliki presentase 38,1 % pada interval jawaban responden 133-139 sehingga berada pada kategori sedang. Dalam variabel minat memiliki empat indikator, yaitu : perhatian peserta didik dalam belajar geografi memiliki presentase 40,2% berada pada kisaran 30-31 yang berada pada kategori sedang, percaya diri dalam memahami materi pembelajaran geografi memiliki presentase 24,7% pada kisaran 38-39 yang berada pada kategori sedang, relevansi terhadap kehidupan sehari-hari peserta didik memiliki presentase 39,2% pada kisaran 36-40 yang berada pada kategori sedang, dan kepuasan dalam mempelajari geografi memiliki presentase 33% pada kisaran 30-32 yang berada pada kategori sedang. Dari keempat indikator minat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel minat pada peserta didik dapat dikategorikan masih biasa-biasa saja. Variabel minat seharusnya ranah afektif yang paling penting untuk dimiliki oleh peserta didik. Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk mempertahankan dan mengenang beberapa kegiatan. Jika peserta didik memiliki minat untuk mempelajari sesuatu maka hasil yang diperoleh dalam pelajaran akan diterima dengan baik. Dari keempat indikator tersebut aspek kepercayaan diri memiliki nilai presentase yang rendah, sehingga seorang guru geografi harus mampu memupuk kepercayaan diri pada masing-masing peserta didik, salah satu contohnya dengan memberikan motivasi dan manfaat mempelajari geografi.
Minat belajar peserta didik memiliki konstribusi hubungan yang signifikan dan positif dengan keterampilan geografis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,417 yang berada pada kategori sedang. Angka koefesien determinasi minat sebesar 17,4 % yang dapat memberikan hubungan dengan keterampilan geografis.
Ketiga, keterampilan geografis yang dimiliki oleh peserta didik adalah rendah hal ini dibuktikan dengan hasil tes. Dari kelima indikator keterampilan geografis, indikator mengorganisasi informasi geografis (organizing geographic information), menganalisis informasi geografis (analyzing geographic information), dan menjawab pertanyaan geografis (anwersing geographic questions) dikategorikan rendah sedangkan pada indikator mengungkapkan pertanyaan geografis (asking geographic questions) dan informasi geografis (acquiring geographic information) dikategorikan sedang.
Hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru dan minat belajar dengan keterampilan geografis. Kekuatan hubungan ketiga variabel tersebut termasuk sedang. Dalam hal pengajaran geografi dengan keterampilan geografis sebetulnya dapat dijadikan sebagai pencapaian hasil belajar peserta didik di lingkungan sekitar mereka.
Adanya hubungan yang erat antara persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru dan minat belajar peserta didik dengan keterampilan geografis membantu peserta didik untuk melatih pemahaman mengenai fenomena yang ada di lingkungan sekitar mereka, mampu memberikan informasi geografis dan mampu mengambil keputusan terhadap permasalahan isu-isu yang terjadi di lingkungan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Maman. (1988). Geografi Prilaku: Suatu Pengantar Studi tentang Persepsi Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Achmad Sanusi, 1998, Pendidikan Alternatif: Menyentuh arus dasar persoalan pendidikan dan kemasyarakatan, Bandung: PPS IKIP Bandung – PT. Grafindo Media Pratama.
Al-Muchtar, Suarma. Tanpa Tahun. Strategi Pembelajaran IPS. Bandung:PPS UPI.
American Geographical Society. (1994). Geography For Life: National Standards 1994. United State: Departement of Education.
Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Daldjoeni. (1991). Pengantar Geografi: Untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah. Bandung: Alumni.
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta, 2007
Departemen Pendidikan Nasional. Standar Isi Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Gaffar, Fakri. (2006). Visi Pendidikan Indonesia : Menuju Indonesia Baru Melalui Pendidikan. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Hamalik, Oemar. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, Hamid. (Tanpa Tahun). Perkembangan Idiologi dan Teoritik Pedagogis. Tersedia di http://www.google.com search perkembangan idiologi. [online]. Diakses tanggal 26 Oktober 2009. Hasan, Hamid. 1996. Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Depdikbud & Dikti, Proyek Pendidikan Akademik.
Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Judistira K. Garna, 1996, Ilmu-Ilmu Sosial: Dasar – Konsep – Posisi, Bandung: PPS Unpad.
Juhariah, Cucu. (2007). Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Peserta Didik tentang Lingkungan dengan Sikap Siswa terhadap Lingkungan. Bandung: Tesis Pascasarjana, tidak diterbitkan.
Majid, Abdul. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Rosda Karya.
Mar’at. (1984). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Martinis, Yamin. (2008). Profesionalisme Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Garuda Persada Press.
Maryani, Enok. (2007). Pendidikan Geografi. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Maryani, Enok. (2009). Kompilasi Pendidikan Geografi dalam Konteks IPS. Bandung.
Maryani, Enok. (2010). Dimensi Geografi dalam Kepariwisataan dan Relevansinya dengan Dunia Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Bandung: Tidak diterbitkan.
Mulyasa. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
NCSS. Curriculum Standar Social Studies.
Ningrum, Epon. (2009). Kompetensi Profesional Guru dalam Kontek Startegi Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara.
Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riduwan dan Sunarto. (2007). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Riduwan. (2002). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sapriya, 2002, Studi Sosial: Konsep dan Model Pembelajaran, Bandung: Buana Nusantara.
Sarwono, Sarlito. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia.
Singarimbun dan Effendi. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Somantri, Nu’man. 2001. Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : ROSDA.
Sudjana, Nana. (2000). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sudrajat, Ahmad. 2008. Defenisi Model, Pendekatan, Metode, Strategi, Teknik. Dapat diakses melalui http://www.google.com search defenisi pembelajaran.[online]. Diakses tanggal 24 Oktober 2009. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Statisika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukamadinata, Nana. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sumaatmadja, Nursid. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
Supardi. 2008. Permasalahan Kurikulum PIPS pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia di http://www.google.com search pendidikan IPS.[online]. Diakses tanggal 26 Oktober 2009. Suwarma Al Muchtar, 2004, Pengembangan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS, Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Syah, Muhibin. (2006). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda Karya.
Syaodih. 2008. Mutu dan Kualitas Pembelajaran IPS. Dapat diakses melalui http://www.google.com search permasalahan pembelajaran IPS.[online]. Diakses tanggal 24 Oktober 2009. Uno, Hamzah. (2009). Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Uzer. (2009). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-model mengajar IPS. Bandung : Alfabeta.
Wijaya, Cece. (1994). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.