Kemacetan di Kota Bandung

KEMACETAN DI KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN
1.       Latar Belakang Masalah
Kota merupakan pusat dari segala kegiatan seperti pusat industri, pusat pendidikan, pusat perdagangan, pusat hiburan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya. Perkembangan kota sebagai satuan wilayah pemukiman dari waktu ke waktu terus meningkat, hal ini disebabkan karena pusat-pusat kegiatan tersebut telah menjadi faktor penarik (Pull Factors) bagi para penduduk desa untuk bermigrasi ke kota.
Kota memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran Negara. Pertumbuhan kota dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk yang dapat menjadi pendukung bagi kehidupan diperkotaan. Pertumbuhan tersebut harus diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat perkotaan. Penyediaan sarana bertujuan agar keharmonisan kehidupan kota tetap terjamin, seperti yang diungkapkan bintaro (1977:40) bahwa “Kegairahan hidup didalam  kota tergantung pada adanya sarana dan prasarana di dalam kota dan bagaimana mengatur sarana dan prasarana secara seimbang dan serasi”.
Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat sejak berlakunya PP No. 16 tahun 1987 telah mengalami perubahan-perubahan dalam bidang sosial budaya masyarakatnya. Dinyatakan oleh para ahli bahwa perubahan sosial yang sedang melanda dunia pada saat ini mempunyai penyebab yang multikompleks. Namun dapat dikatakan bahwa penyebab utama dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi diakibatkan oleh kemajuan teknologi . Ilmu pengetahuan menusia telah sedemikian tinggi dan majunya, sehingga manusia telah mampu menciptakan berbagai penemuan-penemuan  baru dengan teknik yang sangat modern. Dengan tidak terasa, masuknya teknologi modern kedalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan kondisi kehidupan manusia itu sendiri.
Pertambahan penduduk kota Bandung yang terus menerus dan tergolong tinggi membawa konsekuensi spasial yang serius bagi kehidupan masyarakatnya, yaitu adanya tuntutan akan space yang terus-menerus pula untuk dimanfaatkan sebagai hunian. Sementara ketersediaan ruang terbuka yang  masih memungkinkan untuk mengakomodasi penduduk semakin berkurang.
Bertambahnya kegiatan penduduk di kota Bandung yang dipicu oleh meningkatnya jumlah penduduk itu sendiri maupun meningkatnya tuntutan kehidupan masyarakat, telah mengakibatkan meningkatnya volume dan frekuensi kegiatan penduduk. Konsekuensi keruangannya sangat jelas yaitu meningkatnya tuntutan akan ruang untuk mengakomodasikan sarana atau struktur fisik yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.
2.       Rumusan Masalah
Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia  merupakan wilayah dengan mobilitas tinggi, aktivitas warga yang sangat beragam dan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Sarana transportasi yang memadai  mutlak dibutuhkan untuk mendukung aktivitas dari masyarakatnya. Semakin tinggi jumlah penduduk maka kegutuhan akan sarana transportasi semakin meningkat. Suatu kota idealnya memiliki jaringan jalan 30 % dari luas wilayahnya, tetapi kota Bandung baru memiliki 4% luas jaringan jalan. Hal tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dan keberadaan jaringan jalan sehingga terjadilah kemacetat lalu-lintas.
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas maka pertanyaan penelitian yang akan diambil adalah :
a.       Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan di Kota Bandung?
b.      Bagaimana penyelesaian masalah kemacetan di Kota Bandung?
3.       Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
a.    Mengidentifikasi faktor apa saja yang menyebabkan kemacetan di kota Bandung.
b.    Mengidentifikasi solusi yang mungkin diambil guna penyelesaian masalah
     kemacetan di Kota Bandung.
4.       Definisi Operasional
Untuk memahami dan menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran kata-kata, dibawah ini ada beberapa penjelasan mengenai konsep yang digunakan dalam penulisan makalah ini
a.       Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalu lintas adalah situasi stau keadaan tersendatnyaatau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banykanya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Keadaan dimana volume lalu lintas telah memenuhi kapasitas jalan indicator kemacetan ini terlihat dari gerakan kendaraan yang mengalami hambatan (Warpani, 1993).

BAB II PEMBAHASAN
1.       Letak dan Luas
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107032’38,91” BT dan 6055’19,94” LS. Luas Kota Bandung adalah 167,29 Km2. Adapun batas administratifnya adalah :
Utara               : Kabupaten Bandung Barat
Selatan            : Kabupaten Bandung
Barat               : Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi
Timur             : Kabupaten Bandung
Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, dan perekonomian.  Hal tersebut dikarenakan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu Barat sampai timur memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan utara sampai selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan).
Secara administratif Kota Bandung terbagi menjadi 30 kecamatan. Kecamatan Gedebage merupakan  kecamatan yang memiliki wilayah paling luas  yaitu 9,58 Km2 atau 5,7% dari luas keseluruhan Kota Bandung. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Astana Anyar dengan luas 2,89 Km2 atau hanya 1,73 %  dari luas Kota Bandung.
Tabel 1.1 Kecamatan di Kota Bandung
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Prosentase (%)
1
Bandung Kulon
6,46
3,86
2
Babakan Ciparay
7,45
4,45
3
Bojongloa Kaler
3,03
1,81
4
Bojongloa Kidul
6,26
3,74
5
Astana Anyar
2,89
1,73
6
Regol
4,30
2,57
7
Lengkong
5,90
3,53
8
Bandung Kidul
6,06
3,62
9
Buah Batu
7,93
4,74
10
Rancasari
7,33
4,38
11
Gedebage
9,58
5,73
12
Cibiru
6,32
3,78
13
Panyileukan
5,10
3,05
14
Ujung Berung
6,40
3,83
15
Cinambo
3,68
2,20
16
Arcamanik
5,87
3,51
17
Antapani
3,79
2,27
18
Mandalajati
6,67
3,99
19
Kiaracondong
6,12
3,66
20
Batununggal
5,03
3,01
21
Sumur Bandung
3,40
2,03
22
Andir
3,71
2,22
23
Cicendo
6,86
4,10
24
Bandung Wetan
3,39
2,03
25
Cibeunying Kidul
5,25
3,14
26
Cibeunying Kaler
4,50
2,69
27
Coblong
7,35
4,39
28
Sukajadi
4,30
2,57
29
Sukasari
6,27
3,75
30
Cidadap
6,11
3,65
     Jumlah
167,29
100
                        Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010

2.       Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk kota Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) adalah 2.417.288. Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,88%. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 13.927,48 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.240,26 jiwa/Km2.
Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Tabel 2.1 Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Bandung tahun 2010
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan
Per Km2
1
Bandung Kulon
6,46
125.350
19.404
2
Babakan Ciparay
7,45
142.309
19.102
3
Bojongloa Kaler
3,03
120.894
39.899
4
Bojongloa Kidul
6,26
81.045
12.946
5
Astanaanyar
2,89
70.544
24.410
6
Regol
4,30
86.500
20.1160
7
Lengkong
5,90
71.045
12.200
8
Bandung Kidul
6,06
51.968
8.575
9
Buah Batu
7,93
95.256
12.012
10
Rancasari
7,33
68.864
9.395
11
Gedebage
9,58
31.230
3.260
12
Cibiru
6,32
60.001
9.494
13
Panyileukan
5,10
34.621
6.788
14
Ujung Berung
6,40
61.579
9.626
15
Cinambo
3,68
23.695
6.439
16
Arcamanik
5,87
57.869
9.858
17
Antapani
3,79
59.929
15.812
18
Mandalajati
6,67
57.265
8.585
19
Kiaracondong
6,12
129.623
21.180
20
Batununggal
5,03
123.392
24.531
21
Sumur Bandung
3,40
40.035
11.757
22
Andir
3,71
106.201
28.626
23
Cicendo
6,86
103.532
15.092
24
Bandung Wetan
3,39
31.741
9.363
25
Cibeunying Kidul
5,25
111.065
21.161
26
Cibeunying Kaler
4,50
69.011
15.336
27
Coblong
7,35
126.450
17.204
28
Sukajadi
4,30
101.065
23.503
29
Sukasari
6,27
77.218
12.315
30
Cidadap
6,11
53.934
8.827

Jumlah
167,29
2.417.288
14.449,69
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010

Pengelompokan kepadatan penduduk suatu wilayah menurut Bintarto  terbagi menjadi:
1 - 50 jiwa/km2              =  Tidak padat
51 – 250 jiwa/km2         =  Kurang padat
251 – 400 jiwa/km2       =  Cukup padat
> 400 jiwa/km2                     =  Sangat padat


Berdasarkan acuan tersebut Kota Bandung merupakan kota yang memiliki tingkat kepadatan sangat padat karena seluruh wilayahnya memiliki kepadatan lebih dari 400 jiwa/km2. Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi sedangkan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Gedebage. Tingkat kepadatan tinggi yang dimiliki seluruh kecamatan yang berada di Kota Bandung disebabkan karena semakin banyaknya para pendatang yang mengadu nasib di Kota Bandung. Sebagai Kota besar Bandung memiliki banyak lapangan pekerjaan yang menjanjikan.
Kepadatan penduduk yang tinggi berdampak pada kebutuhan akan pelayanan transportasi. Kota Bandung dengan penduduk yang padat membutuhkan sarana transportasi untuk mobilitasnya. Suatu ruas jalan juga dalam kapasitasnya memperhitungkan ukuran kota dan jumlah penduduk menjadi acuannya. Semakin banyak, semakin padat penduduk pada suatu wilayah semakin tinggi pergerakannya, semakin tinggi pula kebutuhan akan transportasi.
1.          Komposisi Penduduk Menurut Umur
Komposisi penduduk  berdasarkan kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui angka beban tanggungan. Angka tanggungan ini dijadikan sebagai salah satu indikator keadaan ekonomi suatu daerah. Angka tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan masyarakat dalam suatu wilayah. Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan anggotanya tersebut yaitu dari segi pemenuhan kebutuhan dan pendapatan yang harus diperoleh agar semua anggota keluarga mendapatkan kehidupan yang layak.
Tabel  3.1 Komposisi penduduk menurut umur

No
Kelompok umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0-4
91.301
86.134
177.435
5-9
108.917
99.821
208.738
3
10-14
113.222
107.046
220.268
4
15-29
118.287
97.910
216.197
5
20-24
121.005
119.865
240.870
6
25-29
117.977
103.37
221.347
7
30-34
92.494
105.996
198.490
8
35-37
102.272
98.906
201.178
9
40-44
89.162
90.034
179.196
10
45-49
78.02 4
79.181
157.205
11
50-54
70.510
66.399
136.909
12
55-59
40.470
39.659
80.129
13
60-64
36.331
34.738
71.069
14
65-69
23.897
22.237
46.134
15
70-74
13.734
17.332
31.075
16
>75
15.427
15.620
31.047
Jumlah
1.233.039
1.184.248
2.417.288
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010


Dengan demikian hasil perhitungan menunjukan bahwa angka beban tanggungan Kota Bandung adalah  42, artinya setiap 100 jiwa penduduk yang berusia produktif harus menanggung 42 jiwa penduduk yang berusia tidak produktif. Fakta fakta yang ada di daerah penelitian menunjukan bahwa penduduk usia produktif bisa menanggung beban yang di tanggung oleh penduduk usia non produktif.
Penduduk yang berusia produktif  umumnya memiliki aktivitas yang lebih sibuk dibanding  dengan penduduk usia non produktif. Pada kemacetan lalu lintas penduduk yang memiliki usia produktif lebih banyak terlibat sebagai pengguna jalan. Kegiatan kerja penduduk usia produktif yang dominan membuat  mobilitasnya tinggi dan menngunakan jalan lebih banyak dibanding yang berusia non produktif.
1.       Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Menurut UUD No.2 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Mengingat eratnya hubungan antara tingkat pendidikan+ dengan kemampuan bercocok tanam rambutan, maka para Masyarakatselain harus mengenyam pendidikan formal juga harus diberi penyuluhan-penyuluhan khusus mengenai usahanya agar pendapatannya mengalami peningkatan dan dapat hidup secara layak. Untuk mengetahui komposisi penduduk Kota Bandung berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel  4.1 Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No
Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
Tidak/belum tamat SD
79.572
95.667
175.239
2
SD/MI/sederajat
212.890
242.178
455.068
3
SMP/MTs/Sederajat
168.916
185.982
354.898
4
SMA/MA/Sederajat
294.556
251.544
546.100
5
SMK/Sederajat
97.022
66.231
279.201
6
Perguruan Tinggi
149.372
119.751
296.123
Jumlah
1.002.328
961.353
1.963.681
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui tingkat pendidikan Kota Bandung paling tinggi adalah SMU/MA/sederajat. Tingkat pendidikan Kota Bandung cukup berimbang dilihat dari cukup banyaknya yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 


Pada grafik tersebut 26% penduduk Kota Bandung adalah SMU atau sederajat. Pendidikan tentunya berada pada lokasi sekolah yang letaknya terpisah dari rumah, sehingga untuk mencapainya diperlukan pergerakan menuju tempat tersebut. Pergerakan menuju tempat pendidikan atau pun meninggalkan lokasi tempat belajar tentu membutuhkan jalan. Oleh karena itu pada jam-jam  menjelang masuk dan keluar sekolah biasanya membuat aktivitas jalan tinggi dan macet.
1.       Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan suatu aktifitas manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Jenis mata pencaharian yang terdapat di suatu daerah banyak dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan fasilitas sosial sebagai pendukung.  Mata pencaharian juga dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat suatu daerah.
Mata pencaharian penduduk dipengaruhi oleh potensi wilayahnya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencaharian berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat, dimana setiap mata pencaharian tingkat pendapatan yang berbeda. Mata pencaharian penduduk Kota Bandung cukup  bervariasi, mulai dari sektor agraris, perdagangan, dan sektor jasa. Adapun mata pencaharian penduduk Kota Bandung sebagai berkut pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian
No
Bidang
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
Pertanian
10.470
3.345
13.815
2
Industri
127.036
73.590
200.626
3
Perdagangan
211.494
133.131
344.625
4
Jasa
160.540
92.322
252.862
5
Lainya
150.070
38.802
188.872
Jumlah
659.610
341.190
1.000.800
Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2010
Berdasarkan tabel tersebut maka diketahui sektor perdagangan merupakan mata pencaharian yang dominan di Kota Bandung. Akan tetapi mata pencaharian penduduk Kota Bandung cukup bervariasi dan cukup berimbang di berbagai bidang. Sektor industri dan jasa juga dominan menunjukan Bandung merupakan kota yang maju. 


Grafik komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian
Berdasarkan grafik tersebut diketahui jumlah penduduk yang  bergerak dalam bidang perdagangan di Kota Bandung adalah 35%. Sebagai mata pencahrian yang dominan perdagangan di Kota Bandung memang menjanjikan mengingat status Kota Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang selalu ramai. Faktor lainnya juga karena untuk memasuki dunia perdagangan langkahnya mudah dan penghasilan yang menjamin. Sektor jasa juga terhitung besar yaitu 25%, hal tersebut dapat dipahami karena sebagai Kota besar Bandung juga memiliki beragam fasilitas pelayanan jasa yang tentu saja menyerap banyak tenaga kerja. Sektor pertanian merupakn sektor paling sedikit hanya 1% penduduk Kota Bandung. Hal tersebut disebabkan karena lahan pertanian yang semakin berkurang dikarenakan alih fungsi lahan perkotaan.
Dominasi mata pencahrian di Kota Bandung pada sektor jasa dan perdagangan memberikan dampak pada transportasi, yaitu kebutuhan akn transportasi yang meningkat. Kelancaran transportasi sangat penting untuk pergerakan arus barang. Oleh karena itu lokasi kemacetan berkaitan erat dengan pusat kegiatan perdagangan dan jasa. Pada kawasan perdagangan dan jasa mobilitas manusia dan barang sama-sama tinggi.
1.       Ruas Jalan
Total ruas jalan di Kota Bandung adalah 1.236,48 Km. Berdasarkan statusnya  jalan di Kota Bandung dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kota. Pengelompokan status jalan dilakukan oleh pemerintah yang berwenang. Berdasrkan fungsinya jalan di Kota Bandung terbagi menjadi jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, dan kolektor sekunder. Pengelompokkan fungsi jalan lebih mempertimbangkan kapasitas dan juga kepentingan suatu ruas jalan. Ruas-ruas jalan yang pada arteri primer biasanya lebih besar daripada ruas jalan lainnya. Hal tersebut dikarenakn fungsi jalan arteri primer menghubungkan kawasan-kawasan pusat kegiatan nasional atau pusat kegiatan pusat dengan wilayah. Adapun keberadn ruas jalan di Kota Bandung dijelaskan pada tabel 4.7.

Tabel 6.1  Ruas jalan di Kota Bandung
No.
Ruas Ruas Jalan
Panjang (Km)
Lebar (m)
Status
Fungsi
1.
Jl. Jend. Sudirman
6,79
13,00-15,00
Nasional
Arteri Primer
2.
Jl. Asia Afrika
1,51
13,00-15,00
Nasional
Arteri Primer
3.
Jl. Jend. Ahmad Yani
5,40
11,00-14,00
Nasional
Arteri Primer
4.
Jl. Raya Ujungberung
8,04
10
Nasional
Arteri Primer
5.
Jl. Soekarno Hatta
18,46
10,00
Nasional
Arteri Primer
6.
Jl. Dr. Junjunan
2,00
9,00-13,00
Kota Bandung
Arteri Primer
7.
Jl. Pasteur
0,21
10,60
Kota Bandung
Arteri Primer
8.
Jl. Cikapayang
0,37
9,70
Kota Bandung
Arteri Primer
9.
Jl. Surapan
1,16
12,62
Kota Bandung
Arteri Primer
10.
Jl. PHH Mustofa
3,34
9,00
Kota Bandung
Arteri Primer
11.
Jl. Kiaracondong
4,12
12
Propinsi
Arteri sekunder
12.
Jl. Ters. Kiaracondong
0,99
8
Propinsi
Arteri sekunder
13.
Jl. Jamika
0,91
4,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
14.
Jl. Peta
2,60
10,20
Kota Bandung
Arteri sekunder
15.
Jl. BKR
2,30
10,20
Kota Bandung
Arteri sekunder
16.
Jl. Pelajar Pejuang 45
1,48
20,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
17.
Jl. Laswi
1,10
20,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
18.
Jl. Sukabumi 
0,64
9,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
19.
Jl. Sentot Alibasa
0,20
16,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
20.
Jl. Diponegoro
0,66
12,62
Kota Bandung
Arteri sekunder
21.
Jl. W.R. Supratman
1,86
7, 94
Kota Bandung
Arteri sekunder
22.
Jl. Jakarta
1,15
14,00-15,50
Kota Bandung
Arteri sekunder
23.
Jl. Ters. Jakarta
2,76
14,00-15,50
Kota Bandung
Arteri sekunder
24.
Jl. Ters. Pasirkoja
2,68
8,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
25.
Jl. Pasirkoja
0,46
8,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
26.
Jl. Abdul Muis
1,68
6,00
Kota Bandung
Arteri sekunder
27.
Jl. Setiabudhi
6,03
9,00-11,00
Propinsi
Kolektor Primer
28.
Jl. Sukajadi
2,57
9,00-11,00
Propinsi
Kolektor Primer
29.
Jl.HOS.Cjokroaminoto (Pasirkaliki)
2,18
13,50
Propinsi
Kolektor Primer
30.
Jl. Gardujati
0,41
14,00
Propinsi
Kolektor Primer
31.
Jl. Astana Anyar
0,76
8,00
Propinsi
Kolektor Primer
32.
Jl. Pasir Koja
0,13
8,00
Propinsi
Kolektor Primer
33.
Jl. K.H. Wahid Hasyim (Kopo)
2,96
13,00
Propinsi
Kolektor Primer
34.
Jl. Moch. Toha
3,47
12,00-15,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
35.
Jl. Trs. Buah Batu
1,06
10,00-13,00
Propinsi
Kolektor Primer
36.
Jl. Ters. Kiaracondong
1,16

Propinsi
Kolektor Primer
37.
Jl. Moch. Ramdan
0,94
10,50
Kota Bandung
Kolektor Primer
38.
Jl. Ters. Pasir Koja
2,72
8,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
39.
Jl. Rumah Sakit
2,83
5,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
40.
Jl. Gedebage Selatan
3,08
6,00
Kota Bandung
Kolektor Primer
41.
Jl. Ir. H Juanda
5,64
15,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
42.
Jl. Dipatiukur
1,83
8,88
Kota Bandung
Kolektor sekunder
43.
Jl. Merdeka
1,04
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
44.
Jl. Cimbuleuit
1,44
6,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
45.
Jl. Setiabudhi
1,48
9,00-11,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
46.
Jl. Cihampelas
0,14
7,0
Kota Bandung
Kolektor sekunder
47.
Jl. Siliwangi
1,06
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
48.
Jl. Gegerkalong Hilir
2,10
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
49.
Jl. Tubagus Ismail
1,27
5,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
50.
Jl. Sedang Serang
0,71
6,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
51.
Jl. Cikutra Barat
0,88
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
52.
Jl. Cikutra Timur
2,37
8,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
53.
Jl. Antapani Lama
1,26
5,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
54.
Jl. Pacuan Kuda
2,44
3,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
55.
Jl. Ciwastra
5,80
6,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
56.
Jl. Rajawali Barat
1,02
10,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
57.
Jl. Rajawali Timur
1,54
13,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
58.
Jl. Kebonjati
1,40
12,17
Kota Bandung
Kolektor sekunder
59.
Jl. Suniaraja
0,24
11,00-14,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
60.
Jl. Lembong
0,45
9,50
Kota Bandung
Kolektor sekunder
61.
Jl. Veteran
0,83
12,00
Kota Bandung
Kolektor sekunder
Sumber : Dinas Perhubungan dan Bina Marga, 2009
Kota Bandung memiliki 61 ruas jalan utama berdasarkan status dan fungsinya. Berdasarkan tabel 4.7 jalan Soekarno Hatta merupakan jalan terpanjang di Kota Bandung yaitu 18,46 Km. Jalan Soekarno Hatta juga berstatus sebagai jalan nasional dan berfungsi sebagai jalan arteri primer.  Hal tersebut menunjukkan jalan Soekarno Hatta adalah salah satu ruas jalan terpenting di Kota Bandung. Sedangkan jalan yang memiliki panjang paling rendah adalah jalan  Sentot Alibasa dengan panjang jalan hanya 0,20 Km. Jalan Sentot Alibasa berstatus sebagai jalan kota  dan memiliki fungsi  sebagai jalan arteri sekunder. Meski memiliki panjang terrendah tetapi jalan Sentot Alibasa memiliki jalan yang lebar yaitu 16 mater.

BAB III PENUTUP

1.                 Simpulan
Sebagai salah satu dampak dari adanya perubahan sosial budaya masyarakat kota kemacetan merupakan suatu hal yang jamak terjadi di kota-kota besar dunia, tak terkecuali Bandung. Secara sederhana, kemacetan terjadi lantaran panjang jalan serta lebar jalan tidak seimbang dengan jumlah kendaraan. Logikanya, cara paling gampang mengatasi kemacetan adalah dengan menambah panjang jalan dan lebar jalan. Namun, menambah panjang jalan dan lebar di Kota Bandung sekarang ini semakin sulit dilakukan. Yang paling mungkin adalah membuat jalan baru. Atau membangun moda transportasi lain, misalnya kereta api. Menurut Stephen Ison, pakar transportasi asal Universitas Loughborough, Inggris, pembangunan jalan baru, seperti jalan tol dalam kota, sesungguhnya bukan solusi tepat untuk mengatasi kemacetan. Pembangunan jalan baru justru membawa dampak negatif dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Bandung merupakan suatu kota dengan desain awal hanya untuk sekitar 500rb jiwa, dengan perkembangannya, saat ini penduduk Bandung mencapai 2,417.2 juta jiwa, dengan luas wilayah 167,3 km² . Dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, diperlukan transportasi yang memadai. Saat ini transportasi di Bandung, yaitu angkot,bus damri, bus TMB, becak, dan ojek. Angkot merupakan sarana transportasi yang dominan. Angkutan umum di kota Bandung pada dasarnya belum bisa memberikan kenyamanan berkendara secara maksimal, terkadang jika kita memakai angkot, maka angkot tersebut “ngetem”, sehingga menimbulkan waktu perjalanan relative lama. Oleh karena itu, banyak warga Bandung akhirnya memakai kendaraan pribadi, seperti motor atau mobil sebagai sarana transportasinya. Kecenderungan seperti ini menimbulkan konsekuensi yang kurang baik, populasi kendaraan meningkat tajam, hal ini tidak dibarengi oleh pembangunan jalan, sehingga kemacetan tak terhindarkan. Kemacetan ini diperparah oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan jalan, angkot ngetem, dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya solutif yang menguntungkan semua pihak, agar persoalan kemacetan ini dapat terurai. Untuk mengurai permasalahan kemacetan di Bandung, maka kita lihat diagram di bawah ini.



Kemacetan di kota Bandung khususnya, tejadi pada saat jam-jam sibuk. Sekitar pukul 07.00-08.00 pada pagi hari, dan 16.00-18.00 pada sore hari. Pada jam-jam itu volume kendaraan meluap akibat keluar secara bersamaan, hal ini tidak ditunjang oleh infrastruktur jalan yang memadai, juga diperparah oleh sikap serta perilaku masyarakat, seperti telah dicontohkan diatas. Mengapa kemacetan dipermasalahkan, ada beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu;
  • Dampak terhadap lalulintas lokal
  • Pertumbuhan ekonomi
  • Kualitas hidup
  • Keamanan di jalan raya
  • Polusi lingkungan
  • Boros bahan bakar dan lain sebagainya

Secara garis besar kemacetan yang terjadi di Kota Bandung diakibatkan oleh hal-hal berikut ini :
a.       Peningkatan jumlah penduduk
Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada bertambahnya jumlah aktivitas penduduk dalam kota sehingga kebutuhan akan sarana transportasi pun meningkat dan mobilitas penduduk Kota Bandung semakin sibuk. jumlah penduduk Kota Bandung terus meningkat sedangkan tingkat pelayanan fasilitas pelayanan public tidak bertambah signifikan. Aktivitas penduduk yang semakin padat membutuhkan transportasi untuk menunjang pergerakannya akan tetapi kebutuhan sarana transportasi itu tidak ditunjang dengan ketersediaan jalan yang layak sehingga saat aktivitas penduduk memumncak jalan-jalan akan dipenuhi kendaraan dan kemacetan pun terjadi.
b.      Peningkatan volume kendaraan
Peningkatan volume kendaraan menyebabkan ruas jalan semakin padat oleh kendaraan, volume yang tak terkendali akan menyebabkan antrian panjang kendaraan dalam ruas jalan. Apabila hal ini terjadi maka tingkat pelayanan jalan menjadi rendah, artinya kendaraan dalam ruas jalan itu dipaksakan karena volumenya sudah tidak sesuai dengan kemampuan pelayanan jalan tersebut. Hal ini merupakan kondisi macet dimana puncak-puncak volume kendaraan biasanya terjadi pada jam-jam puncak kegiatan seperti pada sore hari pukul 16.00-18.00 WIB, waktu orang-orang selesai bekerja, kembali kerumah dan mengunjungi tempat-tempat hiburan atau pusat kota.
c.       Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang kakai lima yang ada di Kota Bandung keberadaanya semakin meningkat tiap tahun. PKL banyak beroperasi di pinggir ruas-ruas jalan yang ada di kota dan juga trotoar. Keberadaan PKL ini menyebabkan hambatan samping pada ruas-ruas jalan semakin tinggi dan hal tersebut mengurangi kapasitas jalan. Banyaknya PKL di trotoar dan pinggir jalan mengundang orang untuk melakukan transaksi jual beli sesuai dengan dengan PKL, apabila jumlahnya semakin banyak maka fungsi dari trotoar tersebut sudah beralih fungsi menjadi lahan PKL, bukan lagi sebagai tempat yang nyaman untuk berjalan kaki. Kendaraan yang melewati ruas jalan yang ada PKL nya pun akan terhambat dengan kegiatan PKL.
d.      Kurangnya ruas lahan parkir
Kurangnya lahan parkir menyebabkan banyaknya parkir pada badan jalan.Keberadaan parkir pada badan jalan sangat berpengaruh terhadap kemacetan lalu lintas dikarenakan mengurangi tingkat pelayanan yang dimiliki suatu ruas jalan. Apabila banyak kendaran yang parkir pada badan jalan maka semakin berkurang jumlah kendaraan yang dapat melintasi ruas jalan tersebut. Pada kondisi puncak aktivitas, jumlah kendaraan yang melintas tak dapat ditahan, apabila  badan jalan terpakai  parkir  maka ruas-rusa jalan yang dipenuhi parkir badan jalan jelas akan mengalami kemacetan.
Parkir di badan jalan yang ada di Kota Bandung merupakan pemandangan yang selalu ada hampir di setiap ruas jalan. Sebagai perkotaan Bandung memiliki banyak kawasan yang didominasi oleh bidang perdagangan dan jasa. Kawasan tersebut terutama kawasan perdagangan yang  umumnya berad dipinggir jalan banyak yang tidak menyediakan ruang parkir yang memadai sehingga badan jalan pun dijadikan  ruang parkir. Selain itu parkir pada badan jaln juga banyak disebabkan oleh kendaraan pengangkut barang yang mensuply distribusi barang suatu perdagangan.
            Tingginya aktivitas parkir pada badan jalan dapat terlihat di sekitar jalan Cihampelas, Jalan K.H. Wahid Hasyim (Kopo), Jaln Astana Anyar, Jalan Pasir Koja dan Jalan Gegerkalong Hilir. Pada ruas-ruas jalan tersebut parkir sangat mengganggu  arus lalu lintas karena membuat lebar efektif jalan berkurang juga. Jika lebar efektif berkurang maka berkurang pula volume kendaraan yang dapat ditampung oleh ruas jalan tersebut.
e.       Perilaku pengendara
Rendahnya kedisiplinan para pengendara bermotor terutama pengendara kendaraan roda dua dalam mentaati peraturan lalu lintas,  menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan di kota Bandung.  Sebagai contoh jika terjadi kemacetan para pengendara roda dua cenderung untuk menyalip kendaraan lain dengan mengambil jalan jalur jalan untuk arah yang berlawanan. Akibatnya terjadilah kemacetan total dimana pengendara yang berlawanan arah tidak bisa melaju karena jalur yang akan mereka lewati terhalang oleh kendaraan yang menyalip tadi.

1.       Saran
Ada beberapa alternative pemecahan masalah terhadap permasalahan kemacetan ini, yaitu,
a.         Pengendalian dan pengelolaan supply
Pengendalian dan pengelolaan supply disini berarti mengelola kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun umum. Pada kendaraan umum, misalnya angkot, perlunya pembatasan jumlah angkot yang beroperasi disesuaikan dengan jumlah penumpangnya. Jangan sampai, angkot yang banyak tetapi disisi demand(penumpang) sedikit, karena penumpang reltif lebih sedikit dibanding jumlah kendaraan, maka banyak angkot yang ngetem, menyebabkan kemacetan. Lalu perlunya penggantian moda transportasi angkot dengan moda angkutan berbadan lebar seperti bus. Dengan menggunakan bus, maka otomatis jumlah penumpang yang diangkut lebih banyak, sehingga populasi kendaraan umum di jalanan relative lebih sedikit. Tetapi terdapat konsekuensi besar jikalau kebijakan penggantian moda angkutan ini terjadi.
b.        Pengendalian dan pengelolaan demand
Pengendalian demand disini berarti pengendalian penumpang angkutan. Salah satu caranya ialah dengan memberikan insentif bagi orang yang menggunakan angkutan umum disbanding menggunakan kendaraan pribadi.
c.         Pengelolaan penggunaan lahan
Di Bandung, belum tersedianya sarana pemberhentian bagi angkutan umum menjadi masalah tersendiri. Dengan tiadanya fasilitas ini, maka angkutan umum akan berhenti di tempat yang tidak seharusnya berhenti. Hal ini akan menyebabkan kemacetan. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah kota untuk menyediankan fasilitas pemberhentian angkutan umum.
d.        Pengelolaan kelembagaan
Diperlukan upaya pembinaan kelembagaan baik dari kelembagaan angkutan umum, atau dari pemerintah. Kelembagaan, misalnya pada angkutan kota,  disini bisa berfungsi melakukan pembinaan, serta pemberian sanksi internal jika melanggar peraturan. Dari segi kelembagaan pemerintah, lembaga harus mampu mneyediakan infrastruktur jalan yang memadai, seperti pelebaran jalan, pelebaran persimpangan, Permasalahan perparkiran di tepi jalan, serta pengaturan fungsi dan tata bangunan.
e.         Pengawasan secara terus-menerus
Pengawasan dilakukan setelah upaya-upaya seperti dicontohkan diatas telah dilakukan. Dengan dilakukan pengawasan ini, maka upaya yang telah dilakukan tidak akan sia-sia.
Alaternatif diatas bersifat holistik, menyeluruh. Pemilihan alternative penyelesaian masalah tentunya harus dilihat secara seksama, dan harus memberikan solusi yang menguntungkan semua pihak.
Berikut merupakan saran teknis pemecahan masalah kemacetan kota Bandung;
  1. Dalam konteks Kota Bandung, mengaktifkan kembali sejumlah jalur kereta api bisa menjadi salah satu pilihan terbaik dalam upaya mengatasi kemacetan lalu lintas. Dengan mengaktifkan kembali jalur kereta api Yang menghubungkan Bandung-Ciwidey dan Bandung-Tanjungsari, setidaknya dapat mereduksi kemacetan Yang saban hari terjadi di rute Cicaheum-Cibiru-Jatinangor dan rute Kopo-Soreang-Ciwidey.
  2. Desentralisasi layak pula menjadi bahan pertimbangan. kemacetan kerap terjadi lantaran adanya beragam aktivitas, mulai dari perdagangan, bisnis, pendidikan, pemerintahan, rekreasi, hingga hiburan Yang terpusat pada kawasan tertentu. Perlu diupayakan agar beragam aktivitas ini tidak melulu hanya terpusat pada satu kawasan tertentu.
  3. Penerapan pola kerja jarak jauh (tele work) dapat pula menjadi pilihan. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, karyawan kantor/perusahaan bisa saja bekerja dari rumah masing-masing. Di banyak kota di negara maju, pola ini menjadi bagian Yang menyatu dengan kebijakan pemerintah kota dalam upaya mengurangi kemacetan dan pencemaran udara.
  4. Melakukan pembatasan mengenai umur kendaraan yang boleh lewat jalan-jalan kota Bandung.
Tentunya untuk mewujudkan hal-hal diatas perlu dukungan dan kerja keras semua pihak.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Bintaro (1977). Pengantar Geografi Kota. UP Spring: Yogyakarta
Warpani, S. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Agkutan Jalan. Institut Teknologi Bandung: Bandung .
Yanti. 2011. Analisis Kemacetan Lalu Lintas di Kota Bandung Dengan Menggunakan Citra
Quickbird dan Sistem Informasi Geografis. Skripsi Jurusan Pendidian Geografi FPIPS UPI: Bandung.
Yunus, H.S. 2005. Manajemen Kota. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.


                                                                      Bandung, April 2011
                                                                     oleh :  CIndya Hendriyana
 

Popular Posts

Popular Posts this month

Popular Posts this week